SUMENEP | DetakIndo.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep (BEMSU) menegaskan bahwa pemberitaan terkait pertemuan antara mahasiswa, SKK Migas Jabanusa, dan kontraktor migas yang beredar di media daring beberapa waktu lalu tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya terjadi. Narasi yang menyebut bahwa mahasiswa telah sepakat dan memahami kegiatan hulu migas di wilayah Sumenep adalah bentuk pemelintiran informasi yang menyesatkan publik, 7 November 2025 .
“Kami menolak keras rilis yang menyebut seolah-olah mahasiswa sudah sejalan dengan pihak migas. Itu tidak benar. Kami tidak datang untuk menyetujui, kami datang untuk mempertanyakan, mengkritik, dan menagih tanggung jawab sosial mereka kepada rakyat,” tegas Salman Farid, Koordinator BEMSU.
Faktanya, pertemuan tersebut justru menunjukkan bahwa pihak perusahaan dan pemerintah belum benar-benar melek terhadap esensi transparansi dan partisipasi publik. Mereka masih memandang komunikasi sebagai formalitas administratif, bukan sebagai kewajiban moral terhadap masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas eksplorasi migas. Banyak warga kepulauan, nelayan, dan masyarakat pesisir yang sama sekali tidak memahami apa yang sedang dilakukan di wilayahnya, apalagi merasakan manfaat nyata dari kegiatan tersebut.
“Pemerintah dalam hal ini tidak cukup peka. Tidak ada keadilan jika pembangunan hanya dilihat dari sisi investasi, tanpa mendengar suara masyarakat kecil. Ini bukan sekadar soal minyak, tapi soal kemanusiaan dan tanggung jawab negara,” ujar Hidayat, Sekretaris Jenderal BEMSU.
Mahasiswa menegaskan bahwa sikap mereka tidak pernah berubah: kami tidak menolak migas, kami menolak pengelolaan migas yang abai terhadap kesejahteraan rakyat. Mahasiswa berdiri di atas dasar konstitusi, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Benar, minyak dan gas itu milik negara. Tapi jangan lupa, negara itu bukan pemerintah negara itu rakyat. Kalau rakyat tidak sejahtera, maka pengelolaan migas itu gagal memenuhi amanat konstitusi,” kata M. Rofiqul, Koordinator Isu Budaya BEMSU.
BEMSU menilai, transparansi yang digembar-gemborkan oleh SKK Migas dan kontraktor tidak lebih dari narasi kosmetik. Tidak ada keterbukaan yang nyata jika masyarakat tidak diberi akses pada dokumen, data dampak lingkungan, serta program sosial yang seharusnya menjadi hak publik. Mahasiswa menolak keras segala bentuk manipulasi opini yang mencoba menampilkan gerakan mahasiswa sebagai bagian dari legitimasi korporasi.
BEMSU juga menyerukan kepada pemerintah daerah agar tidak berdiam diri dan menutup mata terhadap dinamika di lapangan. Pemerintah harus hadir bukan sebagai penjaga kepentingan investasi, tetapi sebagai pelindung hak-hak masyarakat yang hidup berdampingan dengan proyek-proyek besar negara.
Bagi kami, mahasiswa, kebenaran tidak bisa dinegosiasikan. Selama rakyat belum menjadi pusat dari setiap kebijakan dan kegiatan pembangunan, kami tidak akan pernah sepakat, tidak akan pernah diam, dan tidak akan pernah berhenti bersuara.
Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep (BEMSU)
“Air dan minyak memang milik negara, tapi negara wajib memastikan rakyat yang menikmatinya bukan segelintir penguasa dan korporasi.”






