Oleh: Siswadi/Ketua Lakpesdam MWC NU Dasuk
Dalam dinamika kepemimpinan Nahdlatul Ulama (NU) di tingkat cabang, wajar bila muncul banyak pandangan terkait siapa sosok yang dianggap layak memimpin. Khusus di Sumenep, dua figur yang belakangan kerap disebut dan mendapat dukungan moral adalah Kiai Ainul Yaqin dan Abd. Wasid.
Kedua tokoh ini dianggap memiliki kapasitas, pengalaman, dan integritas yang dibutuhkan untuk membawa PCNU Sumenep ke arah yang lebih progresif tanpa meninggalkan akar tradisi.
Pertama, Kiai Ainul Yaqin dikenal sebagai sosok ulama muda yang berwawasan luas, dekat dengan kalangan pesantren, sekaligus memiliki kemampuan manajerial dalam menggerakkan organisasi. Karakternya yang tenang dan komunikatif membuatnya mudah diterima oleh berbagai kalangan, baik di internal NU maupun di masyarakat luas.
Kedua, Abd. Wasid menonjol dengan rekam jejaknya di lapangan sosial dan kultural. Ia dikenal sebagai aktivis NU yang konsisten memperjuangkan aspirasi warga nahdliyyin. Gaya kepemimpinan yang terbuka dan komitmen kuat pada nilai kebersamaan membuatnya dianggap representatif untuk mengawal PCNU dalam menjawab tantangan zaman.
Tentu saja, perbedaan gaya dan latar belakang kedua figur ini justru menjadi kekuatan. Jika salah satu diberi amanah, harapannya mereka tetap bisa bersinergi, saling mendukung, dan tidak menutup ruang kolaborasi.
NU Sumenep membutuhkan kepemimpinan yang inklusif, visioner, dan mampu menjaga marwah organisasi. Dalam konteks itu, Kiai Ainul Yaqin dan Abd. Wasid menjadi figur yang realistis sekaligus ideal. Pilihan ada di tangan para muktamirin cabang, namun suara arus bawah harus tetap menjadi pertimbangan utama.
—