SUMENEP | DetakIndo.com – Terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 30 Tahun 2024, revisi atas Perbup Nomor 29 Tahun 2024 tentang tata niaga tembakau, dinilai belum menyentuh persoalan mendasar petani tembakau di Sumenep. Peraturan ini dinilai masih bersifat normatif dan terlalu fokus pada aspek teknis.
PC PMII Sumenep menyebut kebijakan ini sebagai langkah setengah hati. Perbup hanya mengatur teknis jual beli seperti mekanisme izin, penetapan harga berbasis titik impas, pengambilan sampel, aturan pembungkus, hingga tata cara penimbangan dan sanksi administratif.
“Perbup ini belum memberikan perlindungan menyeluruh bagi petani tembakau. Tidak ada regulasi terkait mutu tembakau, tanggung jawab sosial perusahaan, atau penguatan budidaya tembakau lokal,” tegas Ahyatul Karim, Sekretaris 2 PC PMII Sumenep, Senin (25/8).
Menurutnya, regulasi ini belum cukup menjadi jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi petani. Oleh karena itu, PMII mendesak agar segera dibahas dan disahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengusahaan Tembakau.
Empat poin utama yang disuarakan PMII adalah:
1. Mendesak DPRD dan Pemkab Sumenep untuk segera menyusun dan membahas Raperda Pengusahaan Tembakau sebagai payung hukum yang lebih kuat dan komprehensif.
2. Menuntut perlindungan menyeluruh bagi petani tembakau, tidak sebatas teknis jual beli.
3. Mendesak adanya tanggung jawab sosial (CSR) dari pabrikan atau pembeli tembakau.
4. Mendorong regulasi mutu dan budidaya tembakau lokal agar tetap kompetitif dan berdaya saing.
“Petani tembakau Sumenep harus menjadi subjek utama dalam sistem tata niaga, bukan sekadar objek pasar,” tambah Karim.
PMII berharap, hadirnya Perda nanti bisa menjadi landasan hukum kuat untuk menjawab seluruh permasalahan pengusahaan tembakau, mulai dari hulu hingga hilir. Perlu keterlibatan serius dari semua pihak, terutama Pemda dan DPRD Sumenep, dalam menyusun regulasi yang berpihak kepada petani.